SEMARANG – Seorang dokter muda asal Semarang, Aulia Risma Lestari, ditemukan tewas di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024. Aulia, yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), diduga mengalami tekanan berat selama masa pendidikannya. Meskipun pihak universitas membantah adanya perundungan, temuan di buku hariannya menunjukkan ia merasa depresi dan tidak kuat menghadapi tekanan program tersebut. Kasus ini menarik perhatian luas dan memicu diskusi tentang budaya senioritas di dunia kedokteran Indonesia.

Lebih lanjut, Dokter Aulia Risma Lestari ditemukan tewas pada 12 Agustus 2024 di kamar kosnya di Semarang. Sebelumnya, Aulia mengeluhkan beban kerja yang berat selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip). Meskipun keluarganya menyebut bahwa ia tidak pernah secara eksplisit mengisyaratkan adanya perundungan, buku harian yang ditemukan mengungkapkan bahwa ia merasa depresi dan tidak kuat menghadapi tekanan. Tekanan ini diduga terkait dengan lingkungan pelatihan yang keras dan kewajiban finansial yang besar jika mengundurkan diri.

Terlepas dari penyebab utama peristiwa meninggalnya dokter muda tersebut terjadi, Polisi masih menjalani penyelidikan lebih lanjut sebelum memberikan keterangan resmi di hadapan awak media. Jika kita tarik lebih jauh kasus perpeloncoan yang pernah terjadi dalam dunia pendidikan tentu ini merupakan satu hal yang sangat disayangkan masih terjadi.

Adanya faktor dendam yang dibalut dengan intrik senioritas menjadikan perbuatan tersebut turun temurun dilakukan oleh mereka yang tergolong oknum senior di sebuah kampus.

Seperti kita sama-sama tahu, kasus bullying di lingkungan kampus di Indonesia telah terjadi berulang kali dan seringkali disertai dengan pembiaran dari pihak yang berwenang. Contohnya adalah kasus-kasus di Fakultas Kedokteran yang sering melibatkan kekerasan verbal maupun fisik dari senior kepada junior. Pada tahun 2019, seorang mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari tewas setelah diduga dipukuli oleh seniornya. Di berbagai universitas, kasus perundungan seringkali tidak ditindaklanjuti dengan serius, yang menyebabkan korban merasa tidak berdaya dan memicu trauma yang mendalam.

Kekerasan ini sering kali dianggap sebagai bagian dari “tradisi” atau “pendidikan karakter” oleh sebagian pihak, namun tanpa adanya pengawasan dan tindakan tegas, korban bullying kerap kali tidak mendapatkan keadilan. Akibatnya, budaya ini terus berlangsung tanpa ada perbaikan sistemik.

Pembiaran terhadap kasus-kasus ini kerap kali terjadi karena kurangnya keberanian dari korban untuk melapor, stigma sosial, serta adanya tekanan dari pihak internal kampus untuk tidak memperbesar masalah yang dapat merusak citra institusi.

Tanda-tanda perilaku buruk senioritas di dunia kampus sering kali muncul dalam berbagai bentuk, baik yang terlihat langsung maupun tersembunyi. Berikut adalah beberapa tanda-tanda dan cara mengatasinya:

Tanda-Tanda Perilaku Buruk Senioritas:

Perlakuan Diskriminatif: Senior sering kali memberikan perlakuan berbeda kepada mahasiswa baru, seperti memberikan tugas atau pekerjaan yang tidak seimbang.
Tekanan Psikologis: Senior menggunakan posisi mereka untuk menekan atau memanipulasi mahasiswa baru, seperti mengancam atau memberikan ultimatum.

Paksaan dalam Kegiatan: Mahasiswa baru dipaksa untuk mengikuti kegiatan tertentu yang sebenarnya tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan minat mereka, dengan ancaman dikucilkan jika tidak ikut serta.
Pemanfaatan Kekuasaan: Senior menggunakan kekuasaan mereka untuk meminta pelayanan pribadi dari mahasiswa baru, seperti menyuruh membeli makanan, melakukan pekerjaan pribadi, dan lain-lain.
Bullying Verbal atau Fisik: Ini bisa berupa ejekan, penghinaan, atau bahkan kekerasan fisik yang dilakukan atas nama “tradisi” atau “kekompakan.”

Cara Mengatasi bagi Calon Mahasiswa:

Kenali Hak dan Kewajiban: Pahami bahwa sebagai mahasiswa baru, Anda memiliki hak yang sama dengan senior. Jangan ragu untuk menolak jika diminta melakukan sesuatu yang tidak wajar.

Cari Dukungan Teman Seangkatan: Bersama teman-teman yang satu angkatan, Anda bisa membentuk kelompok dukungan yang saling menguatkan dan melindungi dari senioritas.

Laporkan kepada Pihak Berwenang: Jika mengalami atau menyaksikan tindakan senioritas yang tidak adil atau berlebihan, laporkan ke pihak kampus seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) atau pihak dekanat.

Jaga Sikap Tegas namun Sopan: Jika diminta melakukan sesuatu yang tidak nyaman, sampaikan dengan tegas namun sopan bahwa Anda tidak ingin melakukannya.

Jangan Terpancing Provokasi: Tetap tenang dan jangan terpancing oleh provokasi senior. Senioritas sering kali memanfaatkan reaksi emosional dari mahasiswa baru.

Ikut serta dalam Kegiatan Resmi Kampus: Fokus pada kegiatan-kegiatan resmi yang diselenggarakan oleh kampus untuk mengembangkan diri dan menghindari kegiatan tidak sehat yang bisa diorganisir oleh senior.

Bangun Komunikasi dengan Senior yang Positif: Cobalah untuk menjalin hubungan baik dengan senior yang menunjukkan sikap positif dan bisa menjadi mentor bagi Anda. Ini dapat membantu mengurangi tekanan dari senioritas yang buruk.

Menangani senioritas memerlukan keberanian, ketegasan, dan dukungan dari sesama teman. Penting untuk selalu berpikir kritis dan menjaga kesehatan mental selama masa adaptasi di kampus atau dunia profesi.

#SalamLiterasi

sumber: Kompasiana.com

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo